WAWASAN KEILMUAN

Rabu, 15 Juni 2016

Artikel Jurnal Ilmiah Perbankan Syariah Stain Pamekasan



Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti Tahun Buku 2013-2015 Berdasarkan Altman Z-Score

Abdul Hadi
Program Studi Perbankan Syariah
Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam
abdulhadidoank@gmail.com/082337827741/085330033322

Abstrak: Abdul Hadi, 2016, Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti Tahun Buku 2013-2015 Berdasarkan Altman Z-Score, Skripsi, Program Studi Perbankan Syariah, Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam, Pembimbing: Lely Shofa Imama, M.SI.

Kata Kunci: Prediksi Kebangkrutan, Altman Z-Score.

Meningkatnya aktivitas pada industri properti dapat dijadikan petunjuk mulai membaiknya atau bangkitnya kembali kegiatan ekonomi. Hal ini dapat dilihat ketika semakin meningkat permintaan produk properti. Namun krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1998 sangat berdampak pada semua aspek ekonomi terutama perbankan yang berpengaruh ke kebangkrutan properti yang merupakan akibat dari penggunaan utang jangka pendek sehingga pada saat jatuh tempo, perusahaan mengalami gagal bayar. Kebangkrutan properti yang terjadi di Amerika Serikat juga terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Pada tahun tersebut untuk pertama kalinya Indonesia dilanda krisis yang menyebabkan industri properti bangkrut. Kebangkrutan merupakan persoalan yang serius dan memakan biaya, maka jika ada early warning system yang bisa mendeteksi potensi kebangkrutan sejak awal, manajemen akan sangat terbantu.
Tujuan dari penelitian ini adalah pertama: peneliti ingin mengetahui bagaimana posisi keuangan perusahaan properti tahun buku 2013-2015 berdasarkan klasifikasi Z-Score  model Altman; kedua, peneliti ingin mengetahui Bagaimana prediksi kebangkrutan perusahaan properti tahun buku 2013-2015 berdasarkan klasifikasi Z-Score  model Altman.
Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian arsip (archival research),. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data atau dokumen  yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya melainkan diperoleh dari pihak kedua atau pihak ketiga dengan mempelajari buku-buku laporan keuangan dari objek yang diteliti yaitu dari publikasi Bursa efek Indonesia (BEI)  dari Wesite www.idx.co.id .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama: pada tahun 2013 dari tiga perusahaan yang ada, satu dalam kondisi tidak bangkrut. Kemudian satu dalam kondisi rawan. Dan yang terakhir satu perusahaan dalam kondisi  bangkrut. Pada tahun 2014 dari tiga perusahaan yang ada, tiga dalam kondisi rawan. Sedangkan pada tahun 2015 dari tiga perusahaan yang ada, satu perusahaan dalam kondisi rawan dan dua perusahaan dalam kondisi bangkrut; kedua:PT Astra International dipredisi rawan. PT Bumi Serpong Damai Tbk diprediksi bangkrut. dan PT Lippo Karawaci Tbk diprediksi bangkrut.


A.    Pendahuluan
Meningkatnya aktivitas pada industri properti dapat dijadikan petunjuk mulai membaiknya atau bangkitnya kembali kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, kegiatan dibidang properti dapat dijadikan indikator seberapa aktifnya kegiatan ekonomi secara umum yang sedang berlangsung. Namun demikian, perkembangan industri properti perlu dicermati secara hati-hati karena dapat memberikan dampak pada dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, industri properti dapat menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi karena meningkatnya kegiatan dibidang properti bisa mendorong naiknya berbagai kegiatan di sektor lain yang terkait. Namun di sisi lain perkembangan industri properti yang berlebihan dapat pula menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.[1] Hal ini dapat dilihat ketika semakin meningkat permintaan produk properti, yang bisa membuat perusahaan properti kewalahan untuk mengerjakan sendiri bangunan perumahan dan bangunan lainnya, sehingga oleh perusahaan properti dibagikan lagi kepada kontraktor, yang lebih dikenal dengan sebutan sub kontraktor. Motif ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan dan kredibilitas perusahaan properti, terutama pada perusahaan yang go public.
Bila diamati secara seksama, tampak perbedaan motif di antara perusahaan yang telah dinyatakan go public selama ini. Tampaknya soal kebutuhan tambahan modal bukan satu-satunya alasan dan motif untuk terjun ke pasar modal. Secara umum, perusahaan yang telah go public sebelum tahun 1988, tampaknya lebih wajar dalam menentukan harga sahamnya di pasar perdana, dibandingkan dengan perusahaan yang baru go public akhir-akhir ini.
Tetapi secara khusus, motivasi mereka dapat dibagi atas macam yang lebih banyak lagi. Ada perusahaan go public dengan tujuan utama untuk promosi merek dagangnya, sehingga perusahaan itu mendapat pasaran yang lebih luas dari sebelumnya, selain mendapat dana tambahan. Ada juga perusahaan yang go public untuk ikut meramaikan pasar modal, sekaligus menunjang program pemerintah, sedangkan keuntungan tambahan modal yang diperoleh bukan merupakan tujuan utama.
Untuk mencapai sasaran pengumpulan modal dari masyarakat, sebagian perusahaan yang go public bukan memakai cara menjual saham sebanyak-banyaknya, melainkan memasang harga setinggi-tingginya.[2]hal ini menjadi masalah bagi perusahaan ketika saham yang dijual terlalu tinggi. Karena yang dilihat adalah seberapa besar peningkatan sahamnya, bukan seberapa mahal harga sahamnya. Maka hal ini dapat menimbulkan gejala kebangkrutan terhadap perusahaan.
Kebangkrutan merupakan persoalan yang serius dan memakan biaya, maka jika ada early warning system yang bisa mendeteksi potensi kebangkrutan sejak awal, manajemen akan sangat terbantu. Manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sedini mungkin untuk menghindari kebangkrutan. Penyebab kesulitan keuangan dan kebangkrutan cukup bervariasi. Jenis industri itu sendiri memengaruhi penyebab kegagalan usaha. Ada sektor usaha yang  relatif mudah dikerjakan, ada juga yang lebih sulit.[3]
 Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1998 sangat berdampak pada semua aspek ekonomi terutama perbankan yang berpengaruh ke kebangkrutan properti yang merupakan akibat dari penggunaan utang jangka pendek sehingga pada saat jatuh tempo, perusahaan mengalami gagal bayar.[4]  Amerika Serikat merupakan salah satu negara maju yang berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dimana negara tersebut menjadi salah satu negara dengan tujuan ekspor utama dari negara-negara di dunia. Krisis yang melanda Amerika menyebabkan permintaan barang impor menurun dan mengurangi pendapatan negara lain, akibat dari menurunnya ekspor. Krisis tersebut dipicu oleh kredit macet perumahan di Amerika yang menyebabkan sejumlah pengembang mengalami gagal bayar atau yang lebih dikenal dengan subprime mortgage. Kredit ini ditandai dengan pengenaan suku bunga yang lebih tinggi dari normal dan penyalurannya cenderung kurang hati-hati bahkan keuangan si peminjam tidak dianalisis dengan seksama. Masalah kredit membuat harga surat utang berbasis subprime mortgage yang nilainya sudah berlipat-lipat jatuh drastis. Akibatnya, puluhan bank penyalur kredit maupun perusahaan investasi merugi seperti Bear Sterms, Northern Rock, Fannie Mae, Citigroup dan Freddie Mac, serta Lehman Brother mengalami kebangkrutan.[5] Dampak krisis global terhadap sektor baru terlihat dua hingga tiga kuartal mendatang. Namun, tanda –tanda pelambatan di sektor properti mulai terlihat dampak krisis diprediksi lebih berat dirasakan oleh perkantoran dan kondominium. Pemaparan hasil penelitian konsultan properti PT. Properti Advisory Indonesia (Provis), ada pembatalan investasi, penurunan penjualan kondominiun, serta penundaan proyek. Namum, penundaan itu, bukan peng-hentian proyek. Hasil riset Provis menunjukkan, untuk kondominium, perbankan tak lagi mengucurkan kredit baru. Namun, hingga kini belum ada pembatalan proyek.[6]
Kebangkrutan properti yang terjadi di Amerika Serikat juga terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Pada tahun tersebut untuk pertama kalinya Indonesia dilanda krisis yang menyebabkan industri properti bangkrut.[7] Krisis ini di awali oleh krisis Asia 1997/1998 menyerang negara Thailand yang kemudian menyebar ke negara Malaysia, Korea dan Indonesia (contaigon effect) berawal ketika Thailand krisis yang disertai dengan melemahnya mata uang Bath. Indonesia diantara negara yang terkena dampak krisis Asia termasuk negara yang paling parah terkena dampak.[8] Menurut Laporan Perekonomian Indonesia tahun 1998 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, terdapat empat masalah mendasar yang membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk pada tahun 1998 yaitu kondisi makro sektor perbankan serta dampaknya terhadap kondisi makroekonomi, tingkat kompleksitas dan skala permasalahan yang dihadapi negara Indonesia serta dampaknya terhadap implementasi kebijakan ekonomi, kondisi sosial politik dan keamanan serta kaitannya dengan risiko usaha, dan kondisi ekonomi global. Properti mengalami kejatuhan drastis, karena sebagian besar pembiayaannya mengandalkan pinjaman dari perbankan nasional dan utang dari lembaga keuangan dari luar negeri dengan menggunakan utang jangka pendek. Selanjutnya, nilai tukar rupiah mengalami penurunan nilai yang sangat tajam dari Rp.2500 menjadi Rp.16.500 per dollar AS mengakibatkan perusahaan menghadapi lonjakan kewajiban pembayaran luar negeri dalam rupiah (Laporan Perekonomian Indonesia, 1998). Sebagian besar kewajiban tersebut berjangka waktu pendek maka para debitur (perusahaan) tidak memiliki waktu yang cukup untuk restrukturisasi sehingga banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Kemudian, krisis kembali melanda perekonomian Indonesia pada tahun 2008, meskipun mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 6% pada triwulan III pada tahun 2008 namun memasuki triwulan IV perekonomian mulai mendapat tekanan berat. Hal itu tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama, karena kinerja ekspor menurun drastis.[9]
Menurut Tyas, Sektor properti memiliki arti yang penting dalam pembangunan perekonomian Nasional, yakni dalam rangka penyediaan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat dan dalam rangka pe-nyerapan tenaga kerja. Selain itu sektor properti memiliki keterkaitan yang sangat luas dengan sektor-sektor lainnya sehingga tumbuh dan berkembang. Sektor properti ini juga akan dapat menopang perkembangan dan pertumbuhan sektor-sektor yang terkait lainnya dan pada gilirannya akan membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi yakni pengangguran dan juga kemiskinan akibat krisis keuangan global. Tahun 2008 merupakan era kebangkitan kembali sektor properti di Indonesia, pada tahun 1997-1998 krisis moneter terjadi, nilai rupiah jatuh, suku bunga membumbung tinggi, maka sektor ini dilanda kemacetan dalam pembiayaan. Perbankan seketika meng-hentikan aliran dananya karena kekhawatiran gagal bayar. Bahkan sektor properti di sebut-sebut menjadi salah satu penyebab dari krisis moneter yang kemudian berubah menjadi krisis ekonomi yang terjadi selama ini. Dan pada tahun 2008 kembali krisis keuangan di Amerika, yang membuat para investor menunggu sampai krisis tersebut bisa kembali pulih.[10] Dalam menganalisa laporan keuangan, terdapat beberapa rasio-rasio keuangan yang perlu diperhatikan untuk mengetahui keadaan perusahaan.
Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, analisis keuangan perlu beberapa tolak ukur. Tolak ukur yang sering dipakai adalah rasio, atau indeks yang menghubungkan dua data keuangan yang satu dengan yang lainnya.[11] Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan atau kebangkrutan perusahaan. Salah satu studi tentang prediksi ini adalah Multiple Discriminant Analisis yang dilakukan oleh Edwar I. Altman. Altman mempergunakan lima jenis rasio, yaitu: working capital to total assets, retained earnings to total assets, EBIT to total assets, market value of equity to book value of total debt  dan sales total assets.[12]
Beberapa peneliti telah menguji tentang prediksi kebangkrutan perusahaan menggunakan Altman Z-Score  diantaranya adalah Dwi Haryati yang meneliti tentang perusahaan Tekstil go public di Bursa Efek Jakarta tahun 2004, dari 9 perusahaan yang diteliti 6 diantaranya berada dalam kondisi bangkrut. Ronaldi Rantelino meneliti tentang perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 1998-2013, disimpulkan bahwa metode Altman  Z-Score  dapat digunakan untuk melihat kebangkrutan yang terjadi pada perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, terdapat 3 perusahaan yang mengalami indikasi kebangkrutan yang terburuk yaitu yaitu PT. Duta Anggada Realty Tbk dari kelompok perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar. PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk dan PT. Indonesia Prima Properti Tbk dari kapitalisasi pasar menengah.[13]. Sedangkan Fahmy Fathuddin meneliti perusahaan pertambangan yang go public tahun 2005-2006. Tahun 2005 Dari 7 perusahaan yang diteliti terdapat 2 perusahaan mengalami kebangkrutan, yaitu PT Energi Mega Persada dan PT Medco Energi Internasional. Sedangkan pada tahun 2006 terdapat 2 perusahaan mengalami kebangkrutan, yaitu PT Energi Mega Persada dan PT Medco Energi Internasional.[14]
Dari beberapa perusahaan yang terindikasi bangkrut di atas, setelah di cek di Bursa Efek Indonesia, Bursa Efek Jakarta dan Jakarta Islamic Index. ternyata mengalami kebangkrutan. Hal ini membuktikan bahwa Altman Z-Score  sangat tepat didalam memprediksi kebangkrutan perusahaan.
Maka berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan menggali lebih jauh tentang prediksi kebangkrutan pada perusahaan properti yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index Tahun Buku 2013-2015. Maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti Tahun Buku 2013-2015 Berdasarkan Altman Z-Score .
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana posisi keuangan perusahaan properti tahun buku 2013-2015 berdasarkan klasifikasi Z-Score  model Altman?
2.      Bagaimana prediksi kebangkrutan perusahaan properti tahun buku 2013-2015 berdasarkan klasifikasi Z-Score  model Altman?

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1.      Untuk menjelaskan posisi keuangan perusahaan properti yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index tahun buku 2013-2015 berdasarkan klasifikasi Z-Score  model Altman,
2.      Untuk mengetahui sejauh mana Altman Z-Score  dapat memprediksi tingkat kebangkrutan perusahaan properti yang tergabung di Jakarta Islamic Index tahun buku 2013-2015.
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:
1.      Bagi Praktisi
Bisa memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemilik perusahaan, manajer, investor, kreditur, masyarakat dan pemerintah tentang prediksi kebangkrutan perusahaan sehingga perusahaan dapat mengantisipasi kebangkrutan tersebut sebelum terjadi.
2.      Bagi Akademisi
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi penelitian lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Disamping itu, dapat dijadikan rujukan perpusatakan STAIN Pamekasan sebagai wahana menggali ilmu pengetahuan khususnya mengenai analisis prediksi kebangkrutan sebuah perusahaan.
Adapun beberapa istilah yang perlu di jelaskan dalam judul penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Prediksi
Prediksi adalah perkiraan. dalam kamus besar bahasa indonesia prediksi adalah ramalan atau prakiraan.[15]
2.      Kebangkrutan
Sedangkan kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik.[16]
3.      Prediksi Kebangkrutan
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahawa prediksi kebangkrutan adalah perkiraan terhadap kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik.
4.      Perusahaan
Perusahaan adalah kegiatan (pekerjaan dsb) yang diselenggarakan dengan peralatan atau dengan cara teratur dengan tujuan mencari keuntungan (dengan menghasilkan sesuatu, mengolah atau membuat barang-barang, berdagang memberikan jasa, dsb) atau organisasi berbadan hukum yang mengadakan transaksi atau usaha.[17]
Menurut Molengraaff adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, untuk memperoleh penghasilan, bertindak keluar, dengan cara memperdagangkan, menyerahkan atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan.[18] Sedangkan Menurut Polak, Pengertian Perusahaan dari sudut komersil artinya baru dikatakan perusahaan apabila diperlukan perhitungan laba rugi yang dapat diperkirakan dan dicatat dalam pembukuan. Laba adalah tujuan utama dari  setiap perusahaan, jika tidak demikian berarti bukan perusahaan dan tidak mempersoalkan perusahaan sebagai badan usaha.[19]
5.      Properti
Properti adalah kepunyaan, milik, tanah perkebunan.[20] Sedangkan dalam kamus besar bahasa indonesia properti adalah harta berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari tanah dan atau bangunan yang dimaksudkan.[21]
6.      Perusahaan Properti
Dari definisi di atas, maka disimpulkan bahwa perusahaan properti adalah organisasi berbadan hukum yang mengadakan transaksi atau usaha dengan tujuan mencari keuntungan yang bergerak dibidang tanah dan bangunan serta sarana prasarana yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah dan atau bangunan yang dimaksudkan.
7.      Altman Z-Score
Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan atau kebangkrutan perusahaan. Salah satu studi tentang prediksi ini adalah Multiple Discriminant Analisis yang dilakukan oleh Edwar I. Altman. Altman mempergunakan lima jenis rasio, yaitu: working capital to total assets, retained earnings to total assets, EBIT to total assets, market value of equity to book value of total debt  dan sales total assets.[22]
.

B.     METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian arsip (archival research), yaitu penelitian terhadap fakta yang tertulis (dokumen) atau berupa arsip data. Dokumen atau arsip yang diteliti berdasarkan sumbernya dapat berasal dari data internal, yaitu dokumen, arsip dan catatan orisinil yang diperoleh dari suatu organisasi atau berasal dari data eksternal, yaitu publikasi data yang diperoleh melalui orang lain.[23] Penelitian ini bersifat korelasional (correlational research), yaitu tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan korelasional antara dua variabel atau lebih.[24]
      Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.[25] Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan properti yang terdaftar di Jakarta Islamic Index yang berjumlah 9 perusahaan properti. Berikut adalah daftar perusahaan properti yang terdaftar di Jakarta Islamic Index  periode Juni-November 2015.
Tabel 3.1
Daftar Saham Properti Index JII Periode Juni-November 2015 Sebagai Berikut:
No.
Kode
Nama Saham
Keterangan
1.
Astra International Tbk
Tetap
2.
Bumi Serpong Damai Tbk
Tetap
3.
Lippo Karawaci Tbk
Tetap
4.
Summarecon Agung Tbk
Tetap
5.
ASRI
Alam Sutera Realty Tbk
Tetap
6.
PTPP
PP (Persero) Tbk
Tetap
7.
PWON
Pakuwon Jati Tbk
Baru
8.
WIKA
Wijaya Karya Tbk
Tetap
9.
WSKT
Waskita Karya Tbk
Baru
Sumber: Lampiran Pengumuman No:Peng-00343 BEI.OPP/05-2015 tanggal 28 Mei 2015
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.[26] Mengingat karakteristik populasi yang ada dan tujuan penelitian, maka penentuan perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu metode berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu.[27] Teknik ini ditujukan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriterianya sebagai berikut:
1)      Perusahaan properti yang menerbitkan laporan keuangan selama 3 tahun berturut-turut yaitu tahun 2013, 2014 dan 2015.
2)      Memiliki komponen indikator perhitungan yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu: a. Modal Kerja/Total Aktiva b. Laba Ditahan/Total Aktiva c. Laba sebelum Bunga Dan Pajak/Total Aktiva d. Nilai Buku Saham Biasa Dan Saham Preferen/Nilai Buku Total e. Penjualan/Total Aktiva (2013, 2014,2015).
Untuk mendapatkan sampel yang representatif. Maka dilakukan seleksi atas 9 perusahaan properti yang tergabung di Jakarta Islamic Index tahun buku 2013-2015, berdasarkan kriteria sampel yang telah ditentukan.
Tabel 3.2
Daftar Pemenuhan Kriteria Sampel Perusahaan Properti di Jakarta Islamic Index Periode Juni-November 2015 Sebagai Berikut:
No
Kode
Nama Perusahaan
Kriteri Sampel
Keterangan
2013
2014
2015
a
B
C
d
e
a
b
c
d
e
a
b
c
d
e
1.
Astra International Tbk
Sampel
2.
Bumi Serpong Damai Tbk
Sampel
3.
Lippo Karawaci Tbk
Sampel
4.
Summarecon Agung Tbk
-
-
-
-
-
Tereliminer
5.
ASRI
Alam Sutera Realty Tbk
-
-
-
-
-
Tereliminer
6.
PTPP
PP (Persero) Tbk
-
-
-
-
-
Tereliminer
7.
PWON
Pakuwon Jati Tbk
-
-
-
-
-
Tereliminer
8.
WIKA
Wijaya Karya Tbk
-
-
-
-
-
Tereliminer
9.
WSKT
Waskita Karya Tbk
-
-
-
-
-
Tereliminer
Sumber: Data Diolah,2016
      Dari tabel di atas, maka didapatkan 3 perusahaan yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti, yaitu PT Astra International, PT Bumi Serpong Damai dan PT Lippo Karawaci. Kemudian, terdapat 6 perusahaan yang tereliminer  dari daftar pemenuhan sampel, yaitu PT Alam Sutera Realty, PT PP (Persero), PT Pakuwon Jati, PT Summarecon Agung, PT Wijaya Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero).
      Maka berdasarkan penjelasan di atas, yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang memiliki kriteria yang  telah ditentukan oleh peneliti, yaitu berjumlah 3 perusahaan properti. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data atau dokumen  yang diambil secara tidak langsung dari sumbernya melainkan diperoleh dari pihak kedua atau pihak ketiga dengan mempelajari buku-buku laporan keuangan dari objek yang diteliti.[28] Data yang akan dianalisis tersebut tidak diperoleh dari perusahaan yang terkait, melainkan diperoleh dari pihak lain dalam bentuk laporan keuangan yang diperoleh dari publikasi laporan keuangan emiten yang terdaftar di BEI melalui Website www.idx.co.id .

      Dalam memprediksi kebangkrutan menggunakan analisis multivariate yang menggunakan alat Z Score, yaitu menggunakan dua variabel atau lebih secara bersama-sama ke dalam satu persamaan.[29] Model tersebut menggunakan teknik statistik analisis diskriminan (multiple discriminant Analisis), dan Persamaan tersebut adalah :[30]
Z = 0,717 XI + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5
Dimana      XI = (Aktiva Lancar – Utang Lancar) / Total Aktiva
                  X2 = Laba yang Ditahan / Total Aset
                  X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset
                  X4 = Nilai buku saham Biasa dan Saham Preferen / Nilai
                          Nilai Buku Total Utang
                  X5 = Penjualan / Total Aset
Nilai Z kritis ditemukan sebagai 1,2. Hal tersebut berarti jika suatu perusahaan mempunyai nilai Z di atas 1,2 maka perusahaan diperkirakan tidak mengalami kebangkrutan, dan sebaliknya. Model tersebut kemudian bisa digunakan baik untuk perusahaan yang go-public maupun yang tidak go-public.
Table 3.3
Klasifikasi Z-Score [31]
Klasifikasi
Dengan nilai buku
Tidak bangkrut
Z >2,90
Bangkrut
Z <1,2
Daerah rawan
1,20 – 2,90


C.    HASIL PENELITIAN
1.      Data Laporan Keuangan Perusahaan Properti
            Berikut adalah data laporan keuangan masing-masing perusahaan properti yang terdaftar di Jakarta Islamic Index tahun buku 2013-2015 yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Tabel 4.2
Data Keuangan Perusahaan Astra International Tahun Buku 2013-2015
(Dinyatakan dalam milyaran Rupiah)

No


Akun Lporan Keuangan
PT. Astra International
2013
2014
2015
1.
Aktiva Lancar
88,352
88,97,241
105,161
2.
Utang Lacar
71,139
73,523
76,242
3.
Total Aktiva
213,994
236,029
245,435
4.
Laba Ditahan
77,076
87,459
92,989
5.
Laba Sebelum Bunga & Pajak
27,523
27,352
19,630
6.
Nilai Buku Saham Biasa & Preferen
3,163
3,163
3,163
7.
Nilai Buku Total Utang
107,806
115,705
118,902
8.
Penjualan
193,880
201,701
184,196
Sumber: Data Penelitian,2016
Dari data keuangan di atas, dapat dinyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi Altman Z-Score, Aktiva Lancar PT Astra International mengalami kenaikan dari tahun 2013-2015 yaitu 88,352 pada tahun 2013, 88,97,241 pada tahun 2014, dan 105,161 pada tahun 2015. Disamping itu juga memiliki Utang Lancar yang meningkat dari tahun 2013-2015 yaitu 71,139 pada tahun 2013, 73,523 pada tahun 2014, dan 76,242 pada tahun 2015. Total Aktiva juga bertambah dari tahun 2013-2015 yaitu 213,994 pada tahun 2013, 236,029  pada tahun 2014, dan 245,435 pada tahun 2015. Hal yang sama juga pada Laba Ditahan yaitu 77,076 pada tahun 2013, 87,459 pada tahun 2014, dan 92,989 pada tahun 2015.
            Namun berbeda pada Laba Sebelum Bunga & Pajak yang berkurang dari tahun 2013-2015 yaitu 27,523 pada tahun 2013, 27,352 pada tahun 2014, dan 19,630 pada tahun 2015. Nilai Buku Saham Biasa & Preferen mengalami stagnasi dari tahun 2013-2015 yaitu 3,163. Sedangkan Nilai Buku Total Utang dan Penjualan naik dari tahun 2013-2015 seperti tertera pada Tabel di atas.
Tabel 4.3
Data Keuangan Perusahaan Bumi Serpong Damai Tahun Buku 2013-2015

No


Akun Lporan Keuangan
PT. Bumi Serpong Damai
2013
2014
2015
1.
Aktiva Lancar
11,831,665,075,276

11,623,677,431,540

16,789,559,633,165

2.
Utang Lacar
4,436,117,210,208

5,329,326,982,247

6,146,403,064,486

3.
Total Aktiva
22,572,159,491,478

28,134,725,397,393

36,022,148,489,646

4.
Laba Ditahan
5,374,730,698,224
5,374,730,698,224
10,729,868,931,705
5.
Laba Sebelum Bunga & Pajak
3,080,267,819,824
3,921,696,261,616
1,787,115,220,316
6.
Nilai Buku Saham Biasa & Preferen
4,849,495,864,580
6,463,634,196,629
7,938,578,240,022
7.
Nilai Buku Total Utang
9,156,861,204,571

9,661,295,391,976

13,925,458,006,310

8.
Penjualan
5,741,264,172,193

5,571,872,356,240

6.209.574.072.348

Sumber: Data Penelitian,2016
Dari data keuangan di atas, dapat dinyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi Altman Z-Score, Aktiva Lancar PT Bumi Serpong Damai mengalami fluktuasi dari tahun 2013-2015 yaitu 11,831,665,075,276  pada tahun 2013, 11,623,677,431,540 pada tahun 2014, dan 16,789,559,633,165 pada tahun 2015. Disamping itu juga memiliki Utang Lancar yang meningkat dari tahun 2013-2015 yaitu 4,436,117,210,208 pada tahun 2013, 5,329,326,982,247 pada tahun 2014, dan 6,146,403,064,486 pada tahun 2015. Total Aktiva juga bertambah dari tahun 2013-2015 yaitu 22,572,159,491,478 pada tahun 2013, 28,134,725,397,393 pada tahun 2014, dan 36,022,148,489,646  pada tahun 2015. Hal berbeda terjadi pada Laba Ditahan stagnan pada tahun 2013 dan 2014 yaitu 5,374,730,698,224, dan naik dua kali lipat pada tahun 2015 yaitu 10,729,868,931,705.
Namun berbeda pada Laba Sebelum Bunga & Pajak yang menglami fluktuasi dari tahun 2013-2015 yaitu 3,080,267,819,824 pada tahun 2013, bertambah menjadi 3,921,696,261,616 pada tahun 2014, dan turun dua kali lipat lebi pada tahun 2015 yaitu 1,787,115,220,316. Nilai Buku Saham Biasa & Preferen serta Nilai Buku Total Utang bertambah dari tahun 2013-2015 seperti yang tertera di tabel. Sedangkan Penjualan mengalami fluktuasi dari tahun 2013-2015 yaitu 5,741,264,172,193 pada tahun 2013, berkurang pada tahun 2014 yaitu 5,571,872,356,240, kemudian bertambah pada tahun 2015 yaitu 6.209.574.072.348.
Tabel 4.4
Data Keuangan Perusahaan Lippo Karawaci Tahun Buku 2013-2015

No


Akun Lporan Keuangan
PT. Lippo Karawaci
2013
2014
2015
1.
Aktiva Lancar
24,013,127,662,910

29,962,691,722,606

33,576,937,023,270

2.
Utang Lacar
4,436,117,210,208

5,725,392,423,352

4,856,883,553,932

3.
Total Aktiva
31,300,362,430,266

37,761,220,693,695

41,326,558,178,049

4.
Laba Ditahan
5,727,153,994,938

7,816,107,256,607

7,583,461,610,586

5.
Laba Sebelum Bunga & Pajak
1,917,909,816,718
3,681,201,760,602
1,024,129,208,959
6.
Nilai Buku Saham Biasa & Preferen
6,370,917,583,780
6,370,917,583,780
6,370,917,583,780
7.
Nilai Buku Total Utang
17,122,789,125,041
20,114,771,650,490
22,409,793,619,707
8.
Penjualan
6,666,214,436,739

11,655,041,747,007

8,910,177,991,351

Sumber: Data Penelitian,2016
Dari data keuangan di atas, dapat dinyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi Altman Z-Score, Aktiva Lancar PT Lippo Karawaci bertambah dari tahun 2013-2015 yaitu 24,013,127,662,910 pada tahun 2013, 29,962,691,722,606  pada tahun 2014, dan 33,576,937,023,270  pada tahun 2015. Disamping itu juga memiliki Utang Lancar yang Fluktuatif  dari tahun 2013-2015 yaitu 4,436,117,210,208 pada tahun 2013, bertambah pada tahun 2014 yaitu 5,725,392,423,352, dan berkurang menjadi 4,856,883,553,932  pada tahun 2015. Total Aktiva  bertambah dari tahun 2013-2015 yaitu 31,300,362,430,266 pada tahun 2013, 37,761,220,693,695  pada tahun 2014, dan 41,326,558,178,049  pada tahun 2015. Hal yang sama  terjadi pada Laba Ditahan yang juga bertambah dari tahun 2013 dan 2015 yaitu 5,727,153,994,938 pada tahun 2013, 7,816,107,256,607 pada tahun 2014,dan kemudian berkurang pada tahun 2015 yaitu 7,583,461,610,586.
Namun berbeda pada Laba Sebelum Bunga & Pajak yang menglami fluktuasi dari tahun 2013-2015 yaitu 1,917,909,816,718 pada tahun 2013, bertambah menjadi 3,681,201,760,602 pada tahun 2014, dan turun  pada tahun 2015 yaitu 1,024,129,208,959. Nilai Buku Saham Biasa & Preferen mengalami stagnasi dari tahun 2013-2015 yaitu 6,370,917,583,780. Nilai Buku Total Utang  bertambah dari tahun 2013-2015 seperti yang tertera di tabel. Sedangkan Penjualan mengalami fluktuasi dari tahun 2013-2015 yaitu 6,666,214,436,739 pada tahun 2013, berkurang pada tahun 2014 yaitu 11,655,041,747,007,  kemudian bertambah pada tahun 2015 yaitu  8,910,177,991,351.

D.    ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
1.      Variabel Altman Z-Score
Berikut adalah beberapa variabel Altman Z-Score  yang digunakan didalam memprediksi kebangkrutan. Model penilaian yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
            Z’ = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5    (3.7a)
Di mana           X1 =     (Aktiva Lancar – Utang Lancar) / Total Aktiva
                  X2 =     Laba yang Ditahan / Total Aset
                  X3 =     Laba sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset
X4 =     Nilai buku Saham Biasa dan Saham Preferen / Nilai    
            Buku Total Utang
                              X5 =     Penjualan / Total Aset
Nilai Z kritis ditemukan 1,2. Hal ini berarti jika suatu perusahaan mempunyai nilai Z di atas 1,2 maka perusahaan diperkirakan tidak mengalami kebangkrutan dan sebaliknya. Dengan kriteria sebagai berikut:[32]
Kriteria keputusan:
Z’ > 2.9                       = Area tidak bangkrut
1.23 < Z’ < 2.9            = Area rawan
Z’ < 1.2                       = Area bangkrut
Apabila nilai Z’ lebih dari 2.9 maka berada di daerah tidak Bangkrut. Nilai Z’ di bawah 1.2 berada di daerah akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan nilai Z’ diantara 1.2 dan 2.9 berada di daerah rawan atau abu-abu.
Berikut adalah penghitungan Variabel Altman Z-Score perusahaan properti yang tergabung di Jakarta Islamic Index tahun buku 2013-2015:
Tabel 4.5
Penghitungan Variabel Altman Z-Score Perusahaan Properti Yang Menjadi Sampel Penelitian
No.
Variabel
Rumus
PT Astra International
PT Bumi Serpong Damai
PT Lippo Karawaci
2013
2014
2015
2013
2014
2015
2013
2014
2015
1.
X1
(Aktiva lancar-Utanga Lancat) / Total Aset
0,0804368
347
0,1004876
519
0,1178275
307
0,327640
245
0,2236899
632
0,2954614
595
0,6254563
504
0,641856879
995
0,694953916
694
2.
X2
Laba yang Ditahan / Total Aset
0,3601783
228
0,3705434
502
0,3654725
175
0,2381132
696
0,316918
282
0,2978686
553
0,1829740473
0,206987674
472
0,18350092
398
3.
X3
Laba sebelum Bunga & Pajak / Total Aset
0,1286157
556
0,1158840
651
0,0799804
429
0,1364631
426
0,1393898
894
0,0496115
666
0,0612743645
0,097486301
899
0,024781381
613
4.
X4
Nilai Buku Saham Biasa & Saham Preferen / Nilai Buku Total Utang
0,0293397
399
0,0273367
616
0,0266017
392
5296024
212
0,6690235
558
0,5700766
349
0,3720724198
0,316728307
658
0,284291666
933
5.
X5
Penjualan / Total Aset
0,9060067
105
0,8545602
447
0,7504879
092
0,2543515
685
0,1980425
356
0,172382
113
0,2129756309
0,308651085
238
0,215604163
138

2.      Posisi Keuangan Perusahaan Properti Tahun Buku 2013-2015 Berdasarkan Klasifikasi Z-Score  Model Altman
            Berdasarkan data penghitungan variabel di atas, maka posisi keuangan perusahaan properti yang tergabung di Jakarta Islamic Index tahun buku 2013-2014 berdasakan klasifikasi Altman Z-Score  adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6
Posisi Keuangan Perusahaan Properti Berdasarkan Klasifikasi
Z-Score  Model Altman Pada Tahun 2013

No


Variabel
Nama Perusahaan Properti
Astra International
Bumi Serpong Damai
Lippo Karawaci
1.
X1 0.717
0.05767321
0.234918056
0.448452203
2.
X2 0.847
0.305071039
0.201681939
0.154979018
3.
X3 3.107
0.399609153
0.423990984
0.190379451
4.
X4 0.420
0.012322691
2.224330169
0.156270416
5.
X5 0.998
0.904194697
0.253842865
0.21254968
Jumlah
1.67887079
3.338764013
1.162630768
Sumber: Data Diolah,2016
            Dari data di atas, maka dapat dijelaskan bahwa posisi keuangan PT. Astra International berdasarkan klasifikasi Z-Score  Model Altman berada pada jumlah 1.67887079, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.05767321, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar 0.305071039, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3) sebesar  0.399609153, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 0.012322691, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.904194697.
            Posisi keuangan PT. Bumi Serpong Damai berdasarkan klasifikasi Z-Score  Model Altman berada pada jumlah yang sangat tinggi, yaitu 3.338764013, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.234918056, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar 0.201681939, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3)  sebesar  0.423990984, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 224330169, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.253842865.
            Sedangkan Posisi keuangan PT. Lippo Karawaci berdasarkan klasifikasi Z-Score  Model Altman berada pada jumlah 1.162630768, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.448452203, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar 0.154979018, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3) sebesar  0.190379451, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 0.156270416, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.21254968.
Tabel 4.7
Posisi Keuangan Perusahaan Properti Berdasarkan Klasifikasi
Z-Score  Model Altman Pada Tahun 2014

NO


VARIABEL
Nama Perusahaan Properti
Astra International
Bumi Serpong Damai
Lippo Karawaci
1.
X1 0.717
0.072049646
0.160385704
0.460211383
2.
X2 0.847
0.313850302
0.268429785
0.17531856
3.
X3 3.107
0.36005179
0.433084386
0.30288994
4.
X4 0.420
0.01148144
0.280989893
0.133025889
5.
X5 0.998
0.852851124
0.197646451
0.308033783
Jumlah
1.610284303
1.340536219
1.379479556
Sumber: Data Diolah,2016
            Dari data di atas, maka dapat dijelaskan bahwa posisi keuangan PT. Astra International berdasarkan klasifikasi Z-Score  Model Altman berada pada jumlah 1.610284303, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.072049646, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar 0.313850302, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3) sebesar  0.36005179, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 0.01148144, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.852851124.
            Posisi keuangan PT. Bumi Serpong Damai berdasarkan klasifikasi Z-Score  Model Altman berada pada jumlah 1.340536219, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.160385704, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar 0.268429785, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3) sebesar  0.433084386, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 0.280989893, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.197646451.
            Sedangkan Posisi keuangan PT. Lippo Karawaci berdasarkan klasifikasi Z-Score  Model Altman berada pada jumlah 1.379479556, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif  terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.460211383, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar  0.17531856, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3) sebesar  00.30288994, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 0.133025889, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.308033783.
Tabel 4.8
Posisi Keuangan Perusahaan Properti Berdasarkan Klasifikasi
 Z-Score  Model Altman Pada Tahun 2015

No


Variabel
Nama Perusahaan Properti
Astra International
Bumi Serpong Damai
Lippo Karawaci
1.
X1 0.717
0.08448234
0.211845866
0.498281958
2.
X2 0.847
0.309555222
0.252294751
0.155425283
3.
X3 3.107
0.248499236
0.154143137
0.076995753
4.
X4 0.420
0.01117273
0.239432187
0.1194025
5.
X5 0.998
0.748986933
0.172037349
0.215172955
Jumlah
1.402696462
1.02975329
1.065278448
Sumber: Data Diolah,2016
Dari data di atas, maka dapat dijelaskan bahwa posisi keuangan PT. Astra International berdasarkan klasifikasi Z-Score  Model Altman berada pada jumlah 1.402696462, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.08448234, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar 0.309555222, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3) sebesar  0.248499236, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 0.01117273, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.748986933.
      Posisi keuangan PT. Bumi Serpong Damai berdasarkan klasifikasi Z-Score Model Altman berada pada jumlah yang rendah, yaitu 1.02975329, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.211845866, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar 0.252294751, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3) sebesar 0.154143137, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 0.239432187, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.172037349.
      Sedangkan Posisi keuangan PT. Lippo Karawaci berdasarkan klasifikasi Z-Score  Model Altman juga berada pada jumlah yang rendah, yaitu 1.065278448, ini dilihat dari nilai liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total kapitalisasi (X1) sebesar 0.498281958, nilai profitabilitas komulatif (X2) sebesar 0.155425283, nilai produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan (X3) sebesar 0.076995753, nilai buku saham biasa dan preferen terhadap nilai buku total utang (X4) sebesar 0.1194025, dan nilai penjualan terhadap total asset (X5) sebesar 0.215172955.
      Menurut data-data di atas posisi keuangan PT Astra International Tbk berdasarkan klasifikasi  Altman Z-Score  mengalami penurunan dari tahun 2013-2015  yaitu dengan jumlah 1,68 pada tahun 2013, 161 pada tahun 2014, dan 1,40  pada tahun 2015. PT. Bumi Serpong Damai Tbk juga mengalami Penurunan, berdasarkan klasifikasi Altman Z-Score  posisi keuangan PT. Bumi Serpong Damai Tbk Berada Pada Jumlah yang tinggi yaitu 3,4 pada tahun 2013, Namun Pada Tahun 2014 berada pada jumlah 1,3, dan 1,03 pada tahun 2015. Sedangkan posisi keuangan PT. Lippo Karawaci Tbk berdasarkan klasifikasi Altman Z-Score  mengalami fluktuasi yaitu 1,16 pada tahun 2013,  naik pada 1,38 pada tahun 2014, dan turun pada 1,06 pada tahun 2015.
3.      Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti Tahun Buku 2013-2015 Berdasarkan Klasifikasi Z-Score  Model Altman
      Berdasarkan data posisi keuangan di atas, maka posisi keuangan masing-masing perusahaan properti yang tergabung di Jakarta Islamic Index tahun buku 2013-2014 berdasakan klasifikasi Altman Z-Score  adalah sebagai berikut:
1.      PT Astra International Tbk
Berdasarkan data-data laporan keuangan pada halaman lampiran serta data-data keuangan yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, maka Z-Score  yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9
Klasifikasi Z-Score  PT Astra International Tbk
Tahun
Z-Score
Klasifikasi
2013
1.68
Daerah Rawan
2014
1.61
Daerah Rawan
2015
1.40
Daerah Rawan
   Sumber: Data Diolah,2016
Dari data klasifikasi Z-Score di atas yang didapatkan dari penghitungan posisi keuangan dan variabel Z-Score. Maka PT Astra International dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang berada di daerah rawan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang terus menurun dari tahun 2013, 2014 dan tahun 2015.
Pada tahun 2013 PT Astra International Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang Berada di daerah Rawan, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 1,68, yang berada diantara batas kriteria penilaian rawan antara 1,20-2,90. Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total  kapitalisasi sebesar 0.05 atau 5%. Perusahaan hanya menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 30% untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 39%. Utang tidak dapat teratasi hanya dengan jaminan 1% nilai buku saham. Penggunaan aset perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.90 kali.
Pada tahun 2014 PT Astra International Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang Berada di daerah Rawan, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 1.61, yang berada diantara batas kriteria penilaian rawan antara 1,20-2,90. Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total  kapitalisasi sebesar 0.07 atau 7%. Perusahaan hanya menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 31% untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 36%. Utang tidak dapat teratasi hanya dengan jaminan 1% nilai buku saham. Penggunaan aset perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.85 kali.
Pada tahun 2015 PT Astra International Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang Berada di daerah Rawan, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 1,40, yang berada diantara batas kriteria penilaian rawan antara 1,20-2,90. Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total  kapitalisasi sebesar 0.08 atau 8%. Perusahaan hanya menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 30 % untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 24%. Utang tidak dapat teratasi hanya dengan jaminan 1% nilai buku saham. Penggunaan aset perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.74 kali.
Menurut data-data di atas posisi keuangan PT Astra international Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang berada di daerah rawan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang terus menurun dari tahun 2013 sebesar 1,68, 2014 sebesar 1,61 dan tahun 2015 sebesar 1,40 yang diklasifikasikan berada di daerah rawan. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah utang yang terus bertambah, sedangan laba semakin menurun. Nilai saham yang stagnan cukup membantu PT Astra International dalam mengurangi kebangruta. Apabila PT Astra International tidak melakukan pembenahan sedini mungkin, tidak menutup kemungkinan PT Astra International terus mengalami pelemahan keuangan, bahkan tidak menutup kemungkinan akan solvable atau utang lebih besar dibandingkan aset, yang nantinya akan berujung kepada kebangkrutan. Dari data prediksi kebangkrutan di atas, maka diharapkan membantu pihak manajemen agar mengantisipasi kemungkinan terburuk dan menjadi early warning system untuk melakukan perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang diantaranya adalah dengan mengurangi beban utang dan terus meningkatkan asset perusahaan.
2.      PT Bumi Serpong Damai Tbk
Berdasarkan data-data laporan keuangan pada halaman lampiran serta data-data keuangan yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, maka Z-Score  yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 4.10
Klasifikasi Z-Score  PT Bumi Serpong Damai Tbk
Tahun
Z-Score
Klasifikasi
2013
3.34
Tidak Bangkrut
2014
1.34
Daerah Rawan
2015
1.03
Bangkrut
  Sumber: Data Diolah,2016
Dari data klasifikasi Z-Score di atas yang didapatkan dari penghitungan posisi keuangan dan variabel Z-Score. Maka PT Bumi Serpong Damai dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang Bangkrut. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang terus menurun dari tahun 2013, 2014 dan tahun 2015.
Pada tahun 2013 PT Bumi Serpong Damai Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang Tidak Bangkrut, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 3,34, yang berada di atas batas kriteria penilaian tidak bangkrut (2,90). Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total  kapitalisasi sebesar 0.23 atau 23 %. Perusahaan menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 20% untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 42%. Utang tidak teratasi dengan jaminan 2,22% nilai buku saham. Penggunaan  aset  perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.25 kali.
Pada tahun 2014 PT Bumi Serpong Damai Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang berada di daerah Rawan, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 1.34, yang berada di diantara batas kriteria penilaian rawan antara 1,20-2,90. Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total  kapitalisasi sebesar 0.16 atau 16%. Perusahaan hanya menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 26% untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 43%. Utang tidak dapat teratasi hanya dengan jaminan 28%  nilai buku saham. Penggunaan  aset  perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.19 kali.
Pada tahun 2015 PT Bumi Serpong Damai Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang Bangkrut, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 1.03, yang berada di bawah batas kriteria penilaian bangkrut (1,20). Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total  kapitalisasi sebesar 0.21 atau 21%. Perusahaan hanya menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 25% untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 15%. Utang tidak dapat teratasi hanya dengan jaminan 23% nilai buku saham. Penggunaan  aset  perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.17 kali.
Menurut data-data di atas posisi keuangan PT Bumi Serpong Damai Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang bangrut. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang terus menurun dari tahun 2013 sebesar 3,34, 2014 sebesar 1,34 dan tahun 2015 sebesar 1,03 yang diklasifikasikan bangkrut. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah utang yang terus bertambah drastis terutama di tahun 2015, sedangan laba hanya naik di tahun 2014 dan turun drastis di tahun 2015. Apabila PT Bumi Serpong Damai Tbk tidak melakukan pembenahan sedini mungkin, tidak menutup kemungkinan PT Bumi Serpong Damai Tbk terus mengalami pelemahan keuangan, bahkan tidak menutup kemungkinan akan solvable atau utang lebih besar dibandingkan aset, yang nantinya akan berujung kepada kebangkrutan. Dari data prediksi kebangkrutan di atas, maka diharapkan membantu pihak manajemen agar mengantisipasi kemungkinan terburuk dan menjadi warning untuk melakukan perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang diantaranya adalah dengan mengurangi beban utang dan terus meningkatkan asset perusahaan.
3.      PT Lippo Karawaci Tbk
Berdasarkan data-data laporan keuangan pada halaman lampiran serta data-data keuangan yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, maka Z-Score  yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 4.11
Klasifikasi Z-Score  PT Lippo Karawaci Tbk
Tahun
Z-Score
Klasifikasi
2013
1.16
Bangkrut
2014
1.38
Daerah Rawan
2015
1.06
Bangkrut
    Sumber: Data Diolah,2016
Dari data klasifikasi Z-Score di atas yang didapatkan dari penghitungan posisi keuangan dan variabel Z-Score. Maka PT Lippo Karawaci dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang Bangkrut. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang Fluktuatif turun dari tahun 2013, 2014 dan tahun 2015.
Pada tahun 2013 PT Lippo Karawaci Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang Bangkrut, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 1,16, yang berada di bawah batas kriteria penilaian bangkrut (1,20). Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasi sebesar 0.44 atau 44%. Perusahaan hanya menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 15% untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 19%. Utang tidak dapat teratasi hanya dengan jaminan 15%  nilai buku saham. Penggunaan  aset  perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.21 kali.
Pada tahun 2014 PT Lippo Karawaci Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang Berada di daerah Rawan, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 1,38, yang berada diantara batas kriteria penilaian rawan antara 1,20-2,90. Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total  kapitalisasi sebesar 0.46 atau 46%. Perusahaan hanya menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 0.17 untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 30%. Utang tidak dapat teratasi hanya dengan jaminan 13%  nilai buku saham. Penggunaan  aset  perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.30 kali.
Pada tahun 2015 PT Lippo Karawaci Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang bangkrut, ini dilihat dari nilai Z-Score  sebesar 1,06, yang berada di bawah batas kriteria penilaian bangkrut (1,20). Perusahaan memiliki liquiditas aktiva perusahaan  relatif terhadap total  kapitalisasi sebesar 0.49 atau 49%. Perusahaan hanya menghasilkan keuntungan komulatif sebesar 15% untuk semua investor dan  produktivitas yang sebenarnya dari aktiva sebesar 7%. Utang tidak dapat teratasi hanya dengan jaminan 11%  nilai buku saham. Penggunaan  aset  perusahaan kurang efisien, yaitu dalam satu  tahun total aktiva berputar 0.21 kali.
Menurut data-data di atas posisi keuangan PT Lippo Karawaci Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang bangrut. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang flutuatif  dari tahun 2013 sebesar 1,16, 2014 sebesar 1,38 dan tahun 2015 sebesar 1,06 yang diklasifikasikan bangkrut. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah utang yang terus bertambah, sedangan laba hanya naik di tahun 2014 dan turun drastis di tahun 2015. Naiknya penjualan dan laba pada tahun 2014 membuat PT Lippo Karawaci Tbk berada di posisi rawan dari sebelumnya yang berada di kategori bangkrut. Apabila PT Lippo Karawaci Tbk tidak melakukan pembenahan sedini mungkin, tidak menutup kemungkinan PT Lippo Karawaci Tbk terus mengalami pelemahan keuangan, bahkan tidak menutup kemungkinan akan solvable atau utang lebih besar dibandingkan aset, yang nantinya akan berujung kepada kebangkrutan. Dari data prediksi kebangkrutan di atas, maka diharapkan membantu pihak manajemen agar mengantisipasi kemungkinan terburuk dan menjadi early warning system untuk melakukan perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang diantaranya adalah dengan mengurangi beban utang dan terus meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
Dari analisis data di atas diperoleh hasil bahwa ke tiga perusahan properti yang go public di JII pada tahun 2013 sampai 2015 tidak sepenuhnya terbebas dari Kemungkinan bangkrut. Walaupun prediksi ini dilakukan setelah terjadinya masalah-masalah yang ada pada perusahaan properti.
Pada tahun 2013 terdapat 1 perusahaan yang berada di daerah tidak bangkrut, yaitu PT Bumi Serpong Damai Tbk. Kemudian 1 perusahaan dalam posisi berada di daerah rawan, yaitu PT Asra International Tbk. Dan 2 perusahaan dalam kondisi berada di daerah bangkrut, yaitu PT.Bumi Serpong Damai Tbk dan PT.Lippo Karawaci Tbk.
Pada tahun 2014 tidak terdapat  perusahaan yang tidak bangkrut. Kemudian 3 perusahaan dalam posisi berada di daerah rawan, yaitu PT Bumi Serpong Damai Tbk PT Atra International Tbk serta PT. Lippo Karawaci Tbk. Dan tidak ada perusahaan dalam kondisi bangkrut.
Pada tahun 2015 terdapat 2 perusahaan dalam kondisi Bangkrut, yaitu PT Bumi Serpong Daamai Tbk dan PT. Lippo Karawaci Tbk. Kemudian 1 perusahaan dalam kategori berada di daerah rawan, yaitu PT. Astra International Tbk. Namun Tidak ada Perusahaan yang tidak bangkrut.
Jika dianalisa lebih jauh, Laba bersih emiten berkode saham BSDE anjlok 46% dari Rp 3,218 triliun di kuartal III-2014 menjadi Rp 1,729 triliun di kuartal III-2015. Laba per saham juga turun dari Rp 178,03 ke Rp 91,93 per saham. Tertekannya laba perseroan disebabkan tingginya beban pokok penjualan yang naik dari Rp 953,246 miliar di kuartal III-2014 menjadi Rp 1,174 triliun di kuartal III-2015. Beban usaha juga naik dari Rp 1,078 triliun menjadi Rp 1,290 triliun di kuartal III-2015.[33] PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) mencatatkan perolehan laba bersih setelah pajak pada kuartal III-2015 sebesar Rp 66 miliar. Dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 1 triliun, perolehan laba ini tercatat turun signifikan hingga 93,4%. Hal ini berbanding terbalik dengan catatan perolehan pendapatan sebesar Rp 6,8 triliun, meningkat 10% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 6,1 triliun. Sayang hal tersebut tak cukup mengimbangi besarnya tekanan dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Perlemahan kurs rupiah terhadap dolar AS di luar perkiraan telah berdampak negatif terhadap laba bersih perseroan, sehingga untuk periode sembilan bulan tahun 2015 terdapat kerugian nilai tukar mata uang asing yang belum terealisasi sebesar Rp 786 miliar dengan kurs 1 US$ = Rp14.657 di mana tingkat lindung nilai obligasi perusahaan pada kurs Rp 13.200-13.500.[34]
Melemahnya Rupiah pada tahun 2013 berdampak pada perekonomian Nasional, terutama sektor properti. Otoritas moneter (Bank Indonesia) mencatat, penurunan rupiah terhadap US$ sudah terasa sejak 14 Agustus 2013. Pada periode 14 Agustus 2013 hingga 20 Agustus 2013, rupiah melemah dari Rp10.797 per US$ menjadi Rp11.004 per US$. Terkaparnya rupiah atas dolar Amerika Serikat menggoyang stabilitas perekonomian Indonesia. Sejumlah sektor ekonomi Indonesia pun terpukul. Terutama sektor yang berbasis impor. Sektor lain yang diprediksi akan terpengaruh kinerja pertumbuhan akibat pelemahan rupiah adalah properti. Menurut Ciputra, Ketua Umum REI periode 1972-1974, kondisi perekonomian Indonesia sedang tidak menentu karena masih terpengaruh oleh lesunya perekonomian global dan pelemahan rupiah terhadap US$. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch (IPW) Ali Tranghanda, pasar properti Indonesia terus mengalami pertumbuhan signifikan sejak 2009 dan diprediksi melambat di 2014. Siklus properti yang tengah melambat, lanjutnya, juga terkena dampak perekonomian yang melemah. Kondisi ini yang seharusnya diwaspadai oleh para pelaku bisnis properti saat ini. Dalam jangka menengah bila kondisi ini tidak bisa teratasi dengan baik oleh pemerintah maka pasar properti diperkirakan akan lebih terpukul dan relatif akan terjadi perlambatan yang lebih dalam lagi.[35]
Dari faktor Politik pada tahun 2014.  Menurut Ali, Kondisi politik tahun 2014 relatif agak berbeda dengan iklim pemilu yang lalu dan diperkirakan lebih bergejolak dibandingkan pemilu yang lalu. Hal ini turut mempengaruhi pertumbuhan pasar properti nasional yang relatif akan berdampak merosotnya pasar properti lebih besar lagi.[36]
Dari data-data diatas, dapat disimpulkan bahwa Perusahaan-perusahaan properti yang terdaftar di Jakarta Islamic Index pada tahun 2013 sampai 2015 menurut klasifikasi Z-Score  Altman masih terdapat perusahaan yang berada di daerah bangkrut. Namun dalam kenyataannya pada tahun 2013 sampai 2015 perusahaan-perusahaan properti yang dikategorikan berada di daerah bangkrut ternyata masih eksis dan masih terdaftar di Jakarta Islamic Index. Ini menunjukkan adanya asimetri informasi antara pihak manajemen dengan pihak investor. Pihak manajemen mungkin mengetahui adanya kebangkrutan, namun dipihak lain investor tidak memperhatikan itu, mereka mungkin melihat dari tingginya transaksi saham. Investor mengira saham yang paling aktif, bagus untuk investasi. Untuk itu para investor banyak yang tertarik dengan perusahaan tersebut.
Untuk itu seorang investor muslim harus mempertimbangkan bisnis yang rasional dalam menginvestasikan hartanya, misalnya: manajemen aktiva investasi harus berkualitas; investor juga harus memperhatikan perkiraan risk dan return dari investasi itu, lingkungan investasi harus sesuai dengan aturan yang berlaku; dan tingkat likuiditasnya harus bagus.[37] Hal-hal tersebut harus diperhatikan supaya investasi syariah tidak berujung pada kerugian.
Kesulitan Usaha meskipun nampaknya jelas, tetapi sulit di definisikan dengan tegas. Ada beberapa usaha yang sebenarnya sudah bangkrut tetapi tidak bangkrut karena ditolong oleh lembaga lainnya.[38]

D.    Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis data tentang posisi keuangan dan prediksi kebangkrutan perusahaan properti yang tergabung di JII menurut klasifikasi Z-Score  model Altman dapat disimpulkan bahwa:
1.      Posisi keuangan perusahaan properti tahun buku 2013-2015 berdasarkan Altman Z-Score a. Pada tahun 2013 dari tiga perusahaan yang ada, satu dalam kondisi tidak bangkrut, yaitu PT Bumi Serpong Damai Tbk. Kemudian satu dalam kondisi rawan, yaitu PT Astra International Tbk. Dan yang terakhir satu perusahaan dalam kondisi  bangkrut yaitu PT Lippo Karawaci Tbk. b. Pada tahun 2014 dari tiga perusahaan yang ada, tidak ada perusahaan  dalam kondisi tidak bangkrut. Kemudian tiga dalam kondisi rawan, yaitu PT Astra International Tbk, PT Bumi Serpong Damai Tbk, dan PT Lippo Karawaci Tbk. Sedangkan c. pada tahun 2015 dari tiga perusahaan yang ada, tidak ada perusahaan  dalam kondisi  tidak bangkrut. Kemudian satu perusahaan dalam kondisi rawan, yaitu PT Astra International Tbk. Dan yang terakhir dua perusahaan dalam kondisi bangkrut yaitu PT Bumi Serpong Damai Tbk dan PT Lippo Karawaci.
2.      Prediksi kebangkrutan perusahaan properti tahun buku 2013-2015 berdasarkan Altman Z-Score adalah sebagai berikut:
a.       PT Astra international Tbk berdasarkan klasifikasi Z-Score diprediksi sebagai perusahaan yang berada di daerah rawan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang terus menurun dari tahun 2013 sebesar 1,68, 2014 sebesar 1,61 dan tahun 2015 sebesar 1,40 yang diklasifikasikan berada di daerah rawan.
b.      PT Bumi Serpong Damai Tbk berdasarkan klasifikasi Z-Score diprediksi sebagai perusahaan yang bangkrut. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang terus menurun segnifikan dari tahun 2013 sebesar 3,34, 2014 sebesar 1,34 dan tahun 2015 sebesar 1,03 yang diklasifikasikan bangkrut.
c.       PT Lippo Karawaci Tbk berdasarkan klasifikasi Z-Score diprediksi sebagai perusahaan yang bangkrut. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Z-Score yang terus menurun fluktuatif dari tahun 2013 sebesar 1,16, 2014 sebesar 1,38 dan tahun 2015 sebesar 1,06 yang diklasifikasikan bangkrut.
Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, beberapa saran yang dapat peneliti ajukan adalah sebagai berikut :
1.      Bagi perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas sebaiknya perusahaan tersebut lebih mengoptimalkan modal yang ada, jangan tergantung pada utang.
2.      Bagi para investor dalam menanamkan saham pada perusahaan properti yang go public di JII sebaiknya memilih perusahaan yang mempunyai Z-Score  di atas rata-rata tidak bangkrut dan dengan trend positive , yaitu yang menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun.
3.      Untuk pembaca, walaupun kesulitan usaha nampak jelas, tetapi sulit didefinisikan dengan tegas. Karena sebenarnya ada bebarapa usaha yang sebenarnya bangkrut tetapi tidak bangkrut karena ditolong oleh lembaga lainnya.[39]
4.      Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh Z-Score  yang dimiliki perusahaan terhadap harga saham perusahaan.


Daftar Rujukan


Alwi, Syafaruddin. Alat-Alat Analisa Dalam Pembelanjaan. Yogyakarta:Andioffset, 1983.

Bastian, Indra. Akuntansi Sektor Publik:Suatu Pengantar. Jakarta:Erlangga, 2005.

Fathuddin, Fahmy. “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Yang Go Public Di Jakarta Islamic Index Tahun 2005-2006”. Skripsi Strata Satu,Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008.

Hanafi, Mamduh M. Manajemen Keuangan, ed. 2104/2015. Yogyakarta:BPFE,2015.

Harahap, Sofyan syafri.  Analisis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali pers,2013.

Haryati,Dwi. “ Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Chemical And  Allied Products Yang go public di Bursa Efek Jakarta,”. Skripsi Strata Satu, Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta,2004.http://digilib.uinsuka.ac.id/1025/2/BAB%20I,%20BAB%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf. Diakses tanggal 26 Oktober 2015









Indriantoro , Nur dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE, 2002.

Kamaluddin dan Rini Indriani. Manajemen Keuangan “Konsep Dasar dan Penerapannya”, ed.Revisi. Bandung :: Mandar Maju,2012.

Kamus besar bahasa indonesia digital. Departemen pendidikan nasional. Tanggal 11 Oktober 2015.

Kasmir, Analisi Laporan Keuangan .Jakarta: Rajawali Pers,2014.

Mufidah, Ana. “Struktur Modal Perusahaan Properti Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.” Bisma Jurnal Bisnis Dan Manajemen”, vol.6, 1 .Januari,2012.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=25152&val=1573. Diakses tanggal 26 Oktober 2015.

Novia, Windy.  Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap . Tk : Wipress, 2009.

Permana, Sudaryat. Bikin Perusahaan itu Gampang. Yogyakarta:MedPress,2009.

Pertiwi, Tri Kartika dan Ferry Madi ika Pratama, “Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Food And BeverageJurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.14, No. 2. September,2012.

Praptapa, Agung. The Art of Controlling People Strategi Mengendalikan Perusahaan. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2009.

Prastowo, Dwi dan Rifka Juliaty, Analisis Laporan Keuangan Konsep Dan Aplikasi. Yogyakarta : UPP STIM YKPN, 2008.

Presetyantoko, A. Bencana Finansial Stabilitas Sebagai Barang Publik. Jakarta:Kompas,2008.

Purwandoko, Ardhiansyah. “Analisis Potensi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Penerapan Analisis Diskriminan Altman (Z-Score ) Pada Perusahaan Makanan Dan Minuman Yang Mencatatkan Diri di Bursa Efek Jakarta, http://library.Gunadarma.ac.id/go.php?id=jiptumm-gdl-S1-2003-ardhiansyah-930.,akses 08 Oktober 2015.

Rangkuti, Freddy. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2006.

Rantelino, Ronaldi dkk, “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti  Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 1998-2013” Finesta,, vol.3.No.1. Januari:2015.

Riyanto, Bambang. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta : Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada,1982.

Sawir, Agnes. Kebijakan Pendaan dan Restrukturisasi  Perusahaan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Setyanto, Budi. “High Return Dunia Akhirat”, Reportase, No.22/II Agustus 2004.

Stain Pamekasan, Pedoman Penilisan Karya Ilmiyah (Artikel, Makalah, & Skripsi) . Pamekasan : Stain Press, 2009.

Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Bandung : Alfabeta, 2010.

Suprapti, Sri. Ips Terpadu (Ekonomi Untuk Smp ! Mts) . Solo : Putra Kertonatan,2006.

Syarif, Reza M. Life Excellence, Menuju Hidup Lebih Baik .Jakarta : Prestasi,2005.

Tyas, Ari Anggraini Winda Prasetyoning. “Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Industri Properti di Indonesia,”. Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Esa Unggul, 2012. hlm.7. http://akuntansi-esaunggul.blogspot.co.id/p/jurnal-artikel.html. Diakses tanggal 27-03-2016

Usman, Marzuki, dkk. Menjaring Laba Di Bursa Saham. Jakarta:Multijasa Reka Kreativa,1989.

Wild, K.R. Subramanyam John J. Analisis Laporan Keuangan Financial Statement Analisis. Jakarta : Salemba Empat, 2011.


Yaya, Rizal, dkk., Akuntansi Perbankan Syariah Teori Dan Praktik Kontemporer . Jakarta : Salemba Empat,2009.



[1] Ana Mufidah, “Struktur Modal Perusahaan Properti Dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya.” Bisma Jurnal Bisnis Dan Manajemen, vol.6, 1 (Januari, 2012), hlm. 45-54.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=25152&val=1573. Diakses tanggal 26 Oktober 2015.
[2]Marzuki Usman, dkk, Menjaring Laba Di Bursa Saham (Jakarta:Multijasa Reka Kreativa,1989), hlm.77.
[3] Mamduh M. Hanafi, Manajemen keuangan (Yogyakarta:BPFE, 2015), hlm. 639.
[4] Ronaldi Rantelino, dkk, “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti  Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 1998-2013” Finest,, vol.3.No.1  (Januari,2015), hlm.,96.
[5] Ibid.
[6] Ari Anggraini Winda Prasetyoning Tyas, “Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Industri Properti di Indonesia.” http://www.esaunggul.ac.id/article/dampak-krisis-keuangan-global-terhadap-industri-properti-di-indonesia-2/. Diakses tanggal 27-Maret-2016.
[7] Ronaldi Rantelino, dkk, “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti  Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 1998-2013” Finest,, vol.3.No.1  (Januari,2015), hlm.,96.
[9] Ronaldi Rantelino, dkk, “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti  Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 1998-2013”, hlm.,96.
[10] Ari Anggraini Winda Prasetyoning Tyas, “Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Industri Properti di Indonesia.” http://www.esaunggul.ac.id/article/dampak-krisis-keuangan-global-terhadap-industri-properti-di-indonesia-2/. Diakses tanggal 27-Maret-2016.
[11] Kamaluddin dan Rini Indriani, Manajemen Keuangan “Konsep Dasar dan Penerapannya”, ed. Revisi (Bandung:Mandar Maju,2012), hlm.53.
[12] Ibid.  hlm.57.
[13] Ronaldi Rantelino, dkk, “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti  Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 1998-2013” Finesta, vol.3.No.1  (Januari,2015), hlm.,101
[14] Fahmy Fathuddin, “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Yang Go Public Di Jakarta Islamic Index Tahun 2005-2006”, (Skripsi Strata Satu,Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008), hlm. Abstrak. Tidak dipublikasikan.
[15] Kamus Besar Bahasa Indonesia Digital. Tanggal 11 Oktober 2015.
[16] Mamduh M. Hanafi,  Manajemen Keuangan, ed. 2104/2015 (Yogyakarta:BPFE,2015), hlm.638.
[17] Kamus Besar Bahasa Indonesia Digital.Tanggal 11 Oktober 2015.
[18] Sudaryat Permana, Bikin Perusahaan itu Gampang (Yogyakarta:MedPress, 2009), hlm.2.
[19] Ibid.hlm. 2-3.
[20] Windy Novia, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, (Tk:Wipress, 2009), hlm.392.
[21] Kamus besar bahasa indonesia digital.Tanggal 11 Oktober 2015.
[22] Kamaluddin dan Rini Indriani, Manajemen Keuangan “Konsep Dasar dan Penerapannya”, ed. Revisi (Bandung:Mandar Maju,2012), hlm.57
[23] Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis (Yogyakarta:BPFE, 2002), hlm.30.
[24] Ibid.hlm.26.
[25] Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung:Alfabeta, 2010), hlm.80.
[26] Ibid.hlm.81.
[27] Ibid.hlm.85.
[28] Indriantoro dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis . hlm.147.
[29] Ibid.hlm.656.
[30] K.R. Subramanyam John J. Wild, Analisis Laporan Keuangan Financial Statement Analysis (Jakarta:Salemba Empat, 2011), hlm. 288.
[31] Mamduh M. Hanafi, Manajemen Keuangan, ed. 2014/2015 (Yogyakarta:BPFE,2015), hlm. 657.
[32] Ibid.
[36]Ibid.
[37] Budi Setyanto, “High Return Dunia Akhirat”, Reportase, No.22/II Agustus 2004, hlm. 9.
[38] Mamduh M. Hanafi, Manajemen Keuangan, ed. 2014/2015 (Yogyakarta:BPFE,2015), hlm. 567
[39] Mamduh M. Hanafi, Manajemen Keuangan, ed. 2014/2015 (Yogyakarta:BPFE,2015), hlm. 567

                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar