KEPUTUSAN & AMANAT PERSAHABATAN
LAMPIRAN PENGALAMAN, PERASAAN MASA
LAMPAU
Sobat…….
Dulu... aku tak pernahا
berfikir
untuk mengenal kalian, sampai ketika pengumuman itu datang. Aku tak pernah
berharap untuk diberi amanat tersebut, sampai ketika surat keputusan itu
sampai. Aku tak pernah menduga aku akan bisa bergabung bersama kalian sampai 3
tahun setelah aku bersama kalian Aku tak pernah menyangka akan bisa bersatu
dengan kalian, sampai saat kita diharuskan untuk berpisah.
Sobat……
Pada awal pertemuan kita,
banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam otakku. Beribu ketakutan menghampiriku
sampai seakan hatiku penuh sesak. Degup jantung tak hentinya terdengar
ditelingaku karena kekhawatiranku akan ketaksanggupanku berkomunikasi dengan
kalian. Aku paham siapa diriku, dan aku tahu kelemahanku di satu bidang itu. AKU
TERLALU KAKU UNTUK BERSOSIALISASI DENGAN ORANG LAIN…..
Sobat…
Amanat, mungkin kata itu yang
memaksaku untuk berusaha menjadi seorang DEWA yang berbeda. Tanggung jawab yang
membuatku berusaha mencari DEWA yang tak biasanya. Tahukah kau, Sobat? Bahwa
seluruh temanku terkejut dengan posisi baru yang aku terima itu. Karena
tak pernah ada dalam sejarah hidupku, aku pernah menjadi seorang domisilioner
yang diSobati semua anak-anak. Bagi mereka, aku adalah jelmaan nenek sihir yang
akan segera mengeluarkan mantra “ABAKADABRA” ketika ia
melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan aturannya. Aku ditakuti oleh anak-anak
bukan dicintai. Kontan, ejekan mereka menghilangkan ke PD anku. Namun amanat
adalah tanggung jawab besar bagi saya untuk tidak di interupsi oleh siapapun.
Sobat…
Kuniatkan langkahku bersama
kalian untuk mendidik diriku. Semua langkah yang kurencanakan untuk kalian,
adalah rangkaian tangga menuju bintang impianku. Aku tahu melewati satu langkah
saja akan terasa sangat sulit, karena aku tahu hasil yang kuinginkan tidak akan
terlihat dalam waktu dekat. Mungkin puluhan atau bahkan ratusan tahun kemudian
baru aku bisa melihat hasilnya. Tapi, kepercayaanku bahwa Allah tidak akan
membiarkan doa-doa harapanku berceceran tak berarti, membuatku tetap tegar
dalam menjalani setiap langkah itu.
Sobat…
Masih ingatkah kalian,
malam-malam kita di ruang halaman sekolah yang penuh kegembiraan dan keharuan
di tengah acara yang di rangkai sebegitu megah? Kau sibuk dengan sahabat-sahabatmu
dan aku sibuk dengan amanah guruku untuk menjaga kalian dan axis dalam acara
yang di konsep mendadak untuk kita. Masih ingatkah kalian, malam-malam kita di depan
sekolah dengan suasana gelap dan desah desuh mesin diesel serta bakar-bakar
jagung yang setengah mateng? Kau sibuk dengan buku-buku kamus kehidupanmu
dengan prinsip yang tak kujangkau dan aku sibuk dengan membangunkan
saudara-saudaramu untuk tetap percaya kepadaku. Masih ingatkah kalian,
malam-malam kita di masjid kesayangan kita Tempat latihan kita istiqomah
mengerjakan ibadah untuk masa depan kelah ? Kau sibuk dengan aduan-aduan kalian
pada Allah, dan aku sibuk dengan aduan-aduanku kepada Allah. Sampai ketika aku
menoleh ke belakang, kalian sudah mengelilingiku menunggu aku menyelesaikan
doa-doaku dan kita berdoa bersama. Saat ketika setiap bibir melafalkan doa
robithoh, mungkin doa itulah yang membuatku tak bisa memisahkan hatiku untuk
kalian hingga saat ini.
Sobat…
Aku bukan lagi siapa-siapa
kalian. Kalian bukan lagi siapa-siapaku. Memang inilah peraturannya. Setelah
amanat dicabut, maka tak boleh ada yang terhubung lagi. Itu adalah aturan
fisik. Tapi itu tak dapat mengatur hati, sehingga sampai
detik aku menulis surat ini untuk kalian, aku masih tak dapat membuat hatiku
jauh, aku tak dapat berlaku acuh pada kalian. Malam itu, aku pulang dari
tugasku bersama banaat ku yang baru. Kulihat kalian berkumpul di depan
kamarku sambil membaca absen setelah belajar malam. Hatiku menangis… mataku tak
merelakanku melihat lebih lama pemandangan itu. “aina ummukun al
jadidah?” pertanyaan itu bertubi-tubi menyerang otakku. Cukupkah kalian
dengan beban pelajaran yang semakin banyak hanya dengan absen malam seperti
itu? Nyamankah kalian dengan keadaan kalian sekarang? Siapa yang membantu
kalian memahami pelajaran? Siapa yang mentashih hafalan-hafalan kalian?
Siapa yang mengingatkan kalian untuk selalu waspada dan menambah waktu belajar?
Masih adakah sujud panjang bersama di malam-malam tahajud itu?
Sobat…
Dulu itu bukan sekarang, sekarang
itu bukan dulu lagi. Apa yang ada di depan kalian sekarang, itulah yang harus
kalian hadapi. Berat memang, tapi cobalah untuk bersahabat dengan keadaan
kalian sekarang. Jadilah peri-peri kecil yang kuat!!! Sulit memang, tapi
berusahalah untuk selalu tegar menghadapinya. Ini tantangan kalian,
kepompong-kepompong kecilku. Sampai tiba saatnya nanti, kalian akan tahu bahwa
ketidakgentaran kalian menghadapi semua ini akan mengubahmu menjadi kupu-kupu
yang indah. Kalian calon bidadari-bidaadri surga sobat……..
Sobat…
Maafkan aku, karena dulu
mungkin aku tak bisa sempurna dalam membimbing kalian. Maafkan aku, karena tak
ada kenangan indah yang bisa kau torehkan di buku-buku harian kalian. Maafkan
aku, karena tak ada apa-apa yang kuberikan pada kalian. Aku memang tak pantas
meminta apa-apa, tapi aku mohon jagalah apa yang sudah kita bangun dulu. Jaga
cara belajarmu seperti dulu bahkan tambahlah. Jagalah sujud-sujud indah itu
walau tidak bersama-sama. Sungguh mungkin hanya dua hal itu yang bisa
kupersembahkan untuk kalian. Janjiku
untuk menemani kalian sampai kalian berhasil meraih kesenangan dan memutuskan
kesenanganku sudah kupenuhi. Aku selalu bersama kalian walau ragaku tak bisa. Satu lagi pintaku, tolong ikhlaskan 4 tahun yang masih
harus
aku dan kau tempuh itu untuk tetap berada di ma’had, setelah itu
InsyaAllah gelar
senang dan sarjana akan melekat di punggung ku bahkan kalau bisa gelar sukses
sebelum kuliyah pun insya’allh akan ku persembahkan kepadamu. HANYA mengorbankan 4 TAHUN untuk mendapatkan SENYUM INDAH SELAMANYA.
Sobat….
Kali ini aku sedang
memikirkan bagaimana aku tetap melanjutkan kuliyah pasca sarjana ku setelah
lulus nanti, walau itu masih lama. Namun tetap pada prinsip aku bahwa selangkah
lebih maju dari yang lain adalah kiasan dari kata-kata guruku, guru
inspiratif bagi aku yaitu ibu NOVI guru matematika yang telah
melekatkan kata-katanya kepadaku tentang satu titik kunci kesuksesasan, beliau
mengajarkan bahasanya kepadaku melalui kalimat sastra ilmiyah “merangkaklah sebelum orang
lain bangun, berjalanlah sebelum orang lain merangkak, berjalanlah sebelum
orang lain merangkak, begitupun seterusnya”. Ini artinya bahwa aku harus meluarbiasakan
kebiasaan yang orang biasa tidak biasa melakukannya.
Sobat……
Hanya inilah surat pengantar
yang bisa aku tulis dalan linangan sastra, yang kuwakilkan melalui bahasa. Dan
kupasrahkan untuk kau baca, mungkin menjadi obat rindu setelah aku lama tidak
bertemu dengan kalian.
Katakana pada ku tentang isi
dan arti sebuah hidup. Karena tidak ada yang lebih bijak dalam kehidupan ini
tanpa pengalaman yang terlampir dalam asam garam kehidupan,, salam pisah,
semoga kita tetap berbaur dalam hegemoni kehidupan yang penuh dengan teka-teki
di masa depan amien….
“Cugito ergu sum”
DIAMANA KITA BERFIKIR MAKA
KITA AKAN ADA
HD_
UKM (Pengembangan
Intelektual) PICASSA (Persatuan Intelektual Muda Kelas A) STAIN Pamekasan
&
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL
ULAMA (IPNU) KABUPATEN PAMEKASAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar